Thursday, October 8, 2015
Kisah Nyata Penyesalan Seorang Istri Durhaka
Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir
sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah
benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua,
membuatku membenci suamiku sendiri. Walaupun menikah terpaksa, aku tak
pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku
melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya
karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan
meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan
siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut
mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya
mereka. Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan
segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku
tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku
selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya
setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku
padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua
keinginanku. Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang
berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan
suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat
tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas
meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai
komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah
kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia
memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia
menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang
dengan teman-temanku. Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak.
Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia
mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan
keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan
meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya
setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika
aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang
sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil
lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam
akan meninggalkannya bersama kedua anak kami. Waktu berlalu hingga
anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi
sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah
menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan
pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan
kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab
dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan
peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir
di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga
membenci kedua orangtuaku. Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium
pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku
sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak
dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama
anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu,
seakan-akan berat untuk pergi. Ketika mereka pergi, akupun memutuskan
untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di
salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu
temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik
termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus
membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari
bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian
terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha
mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku
menelepon suamiku dan bertanya. “Maaf sayang, kemarin Farhan meminta
uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku
lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas
meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut. Dengan marah, aku
mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai
bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih
kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya
padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku
menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu
jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir
dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si
empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan
mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa
malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku
gengsi untuk berhutang dulu. Hujan turun ketika aku melihat keluar dan
berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku
semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak
ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya
hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa
tidak enak dan marah. Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba.
Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing
menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki
asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri
dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu
ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami
kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat
itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon
ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat
handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan
sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga
tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya
diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku
tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan
segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat
ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan
menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena
kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan
kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan
kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada
airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah
ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi
kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis. Ketika
jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu
menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap
wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi
dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah
ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh
perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama
kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat.
Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap
berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku
padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis
tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti,
airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam
mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti
menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang
telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara. Aku teringat
betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah
mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia
memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika
mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku
makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan.
Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya.
Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh
keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi
kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa
makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku
hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia
sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku
hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari
kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi
permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau
jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku. Saat pemakaman, aku tak
mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang
bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai
terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal
memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia
karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan
dirinya. Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan
seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam
keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk
termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku
makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau
aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi,
aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang
datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang
datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa
melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab
teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok
pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku. Dulu aku begitu kesal
kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan
sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal
karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa
kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia
melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out,
sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas
jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia
membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa
di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang
biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku
berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua
kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku
dan aku sudah terkena panah cintanya. Aku juga marah pada diriku
sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak
ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya
yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua
penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang,
tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan
ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada
Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun
karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu
sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit.
Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari
keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini
kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka
setelah kepergian suamiku. Empat puluh hari setelah kematiannya,
keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak
yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku.
Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan
suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli,
yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku
untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir
tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji
terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak
menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini.
Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah
tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku
tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup
karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk
menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah
punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama
seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris
memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan
seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam
surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi
suratnya untukku. Istriku Liliana tersayang, Maaf karena harus
meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu
bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa
memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang
terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang
pernah kulakukan untukmu. Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi
sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku
begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk
kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi.
Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa
memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang
terbaik untuk mereka, ya sayang. Jangan menangis, sayangku yang manja.
Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama
ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak
sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan
semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku. Teruntuk Farah,
putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah
istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu
dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun
kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy! Aku terisak
membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah
menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note. Notaris memberitahu
bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa tabungan dari hasil warisan
ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil tabungan
tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh
orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui
betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia
tetap membanjiri kami dengan cinta. Aku tak pernah berpikir untuk
menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya
yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan
untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu
meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan
sedalam kesedihanku saat suamiku pergi. Kini kedua putra putriku berusia
duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari
tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti
setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci,
gimana ya bu?” Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah
suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau
akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan
hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar
apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang
membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?” Aku menggeleng,
“bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu,
seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta
ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.” Aku mungkin tak
beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku
menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir
sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena
kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu
tulus. (Sumber: http://bundaiin.blogdetik.com/2011/10/07/kisah-inspirasi-untuk-para-istri-dan-suami/)
WANITA PENGHUNI NERAKA Tentang hal ini, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda : « اطَّلَعْتُ فِى الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ
أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ وَاطَّلَعْتُ فِى النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ
أَهْلِهَا النِّسَاءَ ». “Aku melihat ke dalam Surga maka aku melihat
kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat
ke dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah
wanita.” (HR. Bukhari, no. 3069 dan Muslim no.7114, dari Ibnu Abbas dan
Imran serta selain keduanya) Dari Usamah Bin Zaid –radhiyallahu anhu-
beliau berkata: Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
«قُمْتُ عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا
الْمَسَاكِينُ، وَإِذَا أَصْحَابُ الْجَدِّ مَحْبُوسُونَ إِلاَّ أَصْحَابَ
النَّارِ فَقَدْ أُمِرَ بِهِمْ إِلَى النَّارِ وَقُمْتُ عَلَى بَابِ
النَّارِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا النِّسَاءُ». رواه مسلم
(رقم:7113). “Aku berdiri di depan pintu syurga, lalu (kulihat)
kebanyakkan orang yang masuk kedalamnya adalah orang orang miskin, dan
orang orang yang kaya di tahan kecuali penghuni neraka mereka di suruh
untuk masuk keneraka, dan aku berdiri di depan pintu neraka maka
(kulihat) kebanyakkan yang masuk kedalamnya adalah wanita”. (H. R
Muslim, no. 7113). Dari Imran bin Husain dia berkata, Nabi -Shalallahu
‘alaihi wassalam- bersabda : ( إن أقل ساكني الجنة النساء ). رواه مسلم
(7118). “Sesungguhnya penduduk surga yang paling sedikit adalah wanita.”
(HR. Muslim, no. 7118). Imam Qurthubi rahimahullah mengomentari hadits
di atas seraya berkata: (قال علماؤنا: إنما كان النساء أقل ساكني الجنة
لما يغلب عليهن من الهوى و الميل إلى عاجل زينة الدنيا لنقصان عقولهن أن
تنقدن بصائرها إلى الأخرى فيضعفن عن عمل الآخرة والتأهب لها ولميلهن إلى
الدنيا والتزين بها و لها ثم مع ذلك هن أقوى أسباب الدنيا التي تصرف الرجال
عن الأخرى لما لهم فيهن من الهوى والميل لهن فأكثرهن معرضات عن الآخرة
بأنفسهن صارفات عنها لغيرهن سريعات الانخداع لداعيهن من المعرضين عن الدين
عسيرات الاستجابة لمن يدعوهن إلى الأخرى و أعمالها من المقتين). التذكرة
“Penyebab sedikitnya kaum wanita yang masuk Surga adalah hawa nafsu yang
mendominasi pada diri mereka, kecondongan mereka kepada
kesenangan-kesenangan dunia, dan berpaling dari akhirat karena kurangnya
akal mereka dan mudahnya mereka untuk tertipu dengan
kesenangan-kesenangan dunia yang menyebabkan mereka lemah untuk beramal.
Kemudian mereka juga sebab yang paling kuat untuk memalingkan kaum pria
dari akhirat dikarenakan adanya hawa nafsu dalam diri mereka,
kebanyakan dari mereka memalingkan diri-diri mereka dan selain mereka
dari akhirat, cepat tertipu jika diajak kepada penyelewengan terhadap
agama dan sulit menerima jika diajak kepada akhirat.” (Jahannam Ahwaluha
wa Ahluha halaman 29-30 dan At Tadzkirah halaman 369) Hadits hadits
diatas menjelaskan kepada kita apa yang disaksikan oleh Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang penduduk Surga yang mayoritasnya
adalah fuqara (para fakir miskin) dan neraka yang mayoritas penduduknya
adalah wanita. Tetapi hadits ini tidak menjelaskan sebab-sebab yang
mengantarkan mereka ke dalam neraka dan menjadi mayoritas penduduknya,
namun disebutkan dalam hadits lainnya. Ciri ciri wanita penghuni neraka:
Jika kita membaca hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam tentang
penghuni neraka, niscaya kita akan dapati beberapa sebab yang
menjerumuskan kaum wanita ke dalam neraka bahkan menjadi mayoritas
penduduknya dan yang menyebabkan mereka menjadi golongan minoritas dari
penghuni Surga, diantaranya: 1. Kufur Terhadap Suami dan
Kebaikan-Kebaikannya Di dalam kisah gerhana matahari yang Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya melakukan shalat
gerhana padanya dengan shalat yang panjang, beliau Shalallahu ‘alaihi
wassalam melihat Surga dan neraka, seraya bersabda: ((…ورأيت النار فلم
أر منظرا كاليوم قط ورأيت أكثر أهلها النساء قالوا: بم يا رسول الله ؟ قال
بكفرهن قيل أيكفرن بالله ؟ قال: يكفرن العشير ويكفرن الإحسان لو أحسنت إلى
إحداهن الدهر كله ثم رأت منك ما تكره قالت ما رأيت منك خيرا قط )) رواه
البخاري. “ … Dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat
pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya
adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya :“Mengapa (demikian) wahai
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam?” Beliau Shalallahu ‘alaihi
wassalam menjawab : “Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi :
“Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab :“Mereka kufur
terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya.
Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka
selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang
tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata : ‘Aku tidak pernah melihat
sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari, no. 1053, dari Ibnu
Abbas radliyallahu ‘anhuma) Kekufuran model ini terlalu banyak kita
dapati di tengah keluarga kaum Muslimin, yakni seorang istri yagn
mengingkari kebaikan-kebaikan suaminya selama sekian waktu yang panjang
hanya dengan sikap suami yang tidak cocok dengan kehendak sang istri
sebagaimana kata pepatah, panas setahun dihapus oleh hujan sehari.
Padahal yang harus dilakukan oleh seorang istri ialah bersyukur terhadap
apa yang diberikan suaminya, janganlah ia mengkufuri kebaikan-kebaikan
sang suami karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan melihat istri
model begini sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam : (لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِلَى امْرَأَةٍ
لاَ تَشْكَرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ). رواه النسائي في
السنن الكبرى (رقم:9086) والبزار في مسنده (2349). وصححه الشيخ الألباني
في الصحيحة (رقم: 289). “Allah tidak akan melihat kepada wanita yang
tidak mensyukuri suaminya sedang ia selalu membutuhkannya.” (HR. Nasa’i
di dalam Al Kubra (9086) dan Al Bazzar dalam musnadnya (2349) dari
Abdullah bin ‘Amr). Di shohihkan oleh syekh Al Bani (no. 289). Hadits di
atas adalah peringatan keras bagi para wanita Mukminah yang
menginginkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Surga-Nya. Maka tidak
sepantasnya bagi wanita yang mengharapkan akhirat untuk mengkufuri
kebaikan-kebaikan suaminya dan nikmat-nikmat yang diberikannya atau
meminta dan banyak mengadukan hal-hal sepele yang tidak pantas untuk
dibesar-besarkan. Jika demikian keadaannya maka sungguh sangat cocok
sekali jika wanita yang kufur terhadap suaminya serta
kebaikan-kebaikannya dikatakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
sebagai mayoritas kaum yang masuk ke dalam neraka walaupun mereka tidak
kekal di dalamnya. Cukup kiranya istri-istri Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassalam dan para shahabiyah sebagai suri tauladan bagi
istri-istri kaum Mukminin dalam mensyukuri kebaikan-kebaikan yang
diberikan suaminya kepadanya, agar mereka tergolong kedalam orang orang
yang mensyukuri Allah Ta’ala, sebagaimana yang di jelaskan oleh
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dalam sabda beliau: (( لا يشكر
الله من لا يشكر الناس )). أبو داود (رقم: 4813). “Tidaklah bersyukur
kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia” 2. Durhaka
Terhadap Suami (النشوز) Kedurhakaan yang dilakukan seorang istri
terhadap suaminya pada umumnya berupa tiga bentuk kedurhakaan yang
sering kita jumpai pada kehidupan masyarakat kaum Muslimin. Tiga bentuk
kedurhakaan itu adalah : 1. Durhaka dengan ucapan. 2. Durhaka dengan
perbuatan. 3. Durhaka dengan ucapan dan perbuatan. Bentuk pertama ialah
seorang istri yang biasanya berucap dan bersikap baik kepada suaminya
serta segera memenuhi panggilannya, tiba-tiba berubah sikap dengan
berbicara kasar dan tidak segera memenuhi panggilan suaminya. Atau ia
memenuhinya tetapi dengan wajah yang menunjukkan rasa tidak senang atau
lambat mendatangi suaminya. Kedurhakaan seperti ini sering dilakukan
seorang istri ketika ia lupa atau memang sengaja melupakan
ancaman-ancaman Allah terhadap sikap ini. Termasuk bentuk kedurhakaan
ini ialah apabila seorang istri membicarakan perbuatan suami yang tidak
ia sukai kepada teman-teman atau keluarganya tanpa sebab yang
diperbolehkan syar’i. Atau ia menuduh suaminya dengan tuduhan-tuduhan
dengan maksud untuk menjelekkannya dan merusak kehormatannya sehingga
nama suaminya jelek di mata orang lain. Bentuk serupa adalah apabila
seorang istri meminta di thalaq atau di khulu’ (dicerai) tanpa sebab
syar’i. Atau ia mengaku-aku telah dianiaya atau didhalimi suaminya atau
yang semisal dengan itu. Permintaan cerai biasanya diawali dengan
pertengkaran antara suami dan istri karena ketidakpuasan sang istri
terhadap kebaikan dan usaha sang suami. Atau yang lebih menyedihkan lagi
bila hal itu dilakukannya karena suaminya berusaha mengamalkan
syari’at-syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sunnah-sunnah Rasul-Nya
Shalallahu ‘alaihi wassalam. Sungguh jelek apa yang dilakukan istri
seperti ini terhadap suaminya. Ingatlah sabda Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassalam : « أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى
غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ ». “Wanita
mana saja yang meminta cerai pada suaminya tanpa sebab (yang syar’i,
pent.) maka haram baginya wangi Surga.” (HR. Abu Daud, no. 2228, dan
Ibnu Majah, no. 2055). Di shohihkan oleh syekh Al Bani dalam “shohih
sunan abu daud” (no. 1928). Bentuk kedurhakaan kedua yang dilakukan para
istri terjadi dalam hal perbuatan yaitu ketika seorang istri tidak mau
melayani kebutuhan seksual suaminya atau bermuka masam ketika
melayaninya atau menghindari suami ketika hendak disentuh dan dicium
atau menutup pintu ketika suami hendak mendatanginya dan yang semisal
dengan itu. Dalam hadits Rasulullah bersabda: (إذا دعا الرجل امرأته إلى
فراشه فلم تأت لعنتها الملائكة حتى تصبح) وفي لفظ (فبات و هو عليها غضبان
لعنتها الملائكة حتى تصبح). ولفظ الصحيحين أيضا: (إذا باتت المرأة هاجرة
فراش زوجها فتأبى عليه إلا كان الذي في السماء ساخطا عليها حتى يرضى عنها
زوجها). “Apabila suami mengajak istri keranjangnya (untuk jima’) lalu ia
tidak memenuhi maka ia dilaknat oleh para malaikat sampai subuh”. Dalam
riwayat : “lalu ia tidur malam sedang suaminya murka maka para malaikat
akan melaknatnya sampai subuh”. Dalam riwayat lain: “Apabila istri
diwaktu malam meninggalkan ranjang suaminya, ia enggan mendatanginya,
maka yang di langit (Allah) akan murka kepadanya sampai ia minta
keridhaan suaminya”. Termasuk dari bentuk ini ialah apabila seorang
istri keluar rumah tanpa izin suaminya walaupun hanya untuk mengunjungi
kedua orang tuanya. Yang demikian seakan-akan seorang istri lari dari
rumah suaminya tanpa sebab syar’i. Demikian pula jika sang istri enggan
untuk bersafar (melakukan perjalanan) bersama suaminya, mengkhianati
suami dan hartanya, membuka dan menampakkan apa yang seharusnya ditutupi
dari anggota tubuhnya, berjalan di tempat umum dan pasar-pasar tanpa
mahram, bersenda gurau atau berbicara lemah-lembut penuh mesra kepada
lelaki yang bukan mahramnya dan yang semisal dengan itu. Bentuk lain
adalah apabila seorang istri tidak mau berdandan atau mempercantik diri
untuk suaminya padahal suaminya menginginkan hal itu, melakukan puasa
sunnah tanpa izin suaminya, meninggalkan hak-hak Allah seperti shalat,
mandi janabat, atau puasa Ramadlan. Dalam hadits Rasulullah bersabda:
((لا يحل لامرأة تؤمن بالله و اليوم الآخر أن تصوم وزوجها شاهد إلا بإذنه
ولا تأذن في بيته إلا بإذنه)) أخرجه البخاري. “Tidak boleh bagi perempuan
yang beriman dengan Allah dan hari akhirat berpuasa (sunat) sedang
suminya bersamanya kecuali dengan izinnya, dan tidak mengizinkan
(seseorangpun) masuk kedalam rumahnya kecuali dengan izinnya”. Maka
setiap istri yang melakukan perbuatan-perbuatan seperti tersebut adalah
istri yang durhaka terhadap suami dan bermaksiat kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Jika kedua bentuk kedurhakaan ini dilakukan sekaligus oleh
seorang istri maka ia dikatakan sebagai istri yang durhaka dengan ucapan
dan perbuatannya. (Dinukil dari kitab An Nusyuz karya Dr. Shaleh bin
Ghanim As Sadlan halaman 23-25 dengan beberapa tambahan). Sungguh merugi
wanita yang melakukan kedurhakaan ini. Mereka lebih memilih jalan ke
neraka daripada jalan ke Surga karena memang biasanya wanita yang
melakukan kedurhakaan-kedurhakaan ini tergoda oleh angan-angan dan
kesenangan dunia yang menipu. Ketahuilah wahai saudariku Muslimah, jalan
menuju Surga tidaklah dihiasi dengan bunga-bunga nan indah, melainkan
dipenuhi dengan rintangan-rintangan yang berat untuk dilalui oleh
manusia kecuali orang-orang yang diberi ketegaran iman oleh Allah.
Tetapi ingatlah di ujung jalan ini ada Surga yang Allah sediakan untuk
hamba-hamba-Nya yang sabar menempuhnya. Ketahuilah pula bahwa jalan
menuju neraka memang indah, penuh dengan syahwat dan kesenangan dunia
yang setiap manusia tertarik untuk menjalaninya. Rasulullah bersabda:
«حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ».
رواه مسلم (7308). “(Jalan ke) Syurga dipenuhi dengan rintangan rintangan
dan (jalan ke) neraka di penuhi denga syahawat”. (H. R Muslim, no.
7308, dari Anas Bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-). Dan ketahuilah bahwa
suamimu wahai saudariku Muslimah adalah syurgamu atau nerakamu, jika
kamu mentaatinya balasanmu adalah syurga, akan tetapi sebaliknya jika
kamu mendurhakainya maka nerakalah balasannya, sebagaimana dalam hadits:
(أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ مِحْصَنٍ أَخْبَرَ عَنْ عَمَّةٍ لَهُ أَنَّهَا
دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِبَعْضِ الْحَاجَةِ
فَقَضَى حَاجَتَهَا فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ ؟ قَالَتْ: نَعَمْ قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ
لَهُ ؟ قَالَتْ: مَا آلُوهُ، إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ فَقَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : انْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ،
فَإِنَّهُ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ). رواه النسائي في السنن الكبرى (رقم:8913)
وأحمد في المسند (رقم:27352) وصححه الألباني في الصحيحة (رقم:2612).
“Abdullah Bin Mihshan mengabarkan dari bibinya, bahwasanya ia masuk
menemui Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, lalu Rasulullah berdiri
(pergi) untuk sebagian keperluannya, lalu ia memenuhi kebutuhannya, dan
beliau bertanya kepadanya: apakah kamu mempunyai suami? Ia menjawab: Ya,
beliau bertanya: bagaimana (sikap/layanan) kamu kepadanya, ia menjawab:
Saya tidak membiarkannya (selalu memperhatikannya) kecuali jika saya
tidak mampu, maka Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda:
“perhatikanlah sikapmu (layananmu) kepadanya, sesungguh ia adalah
syurgamu dan nerakamu”). Maksudnya adalah: ia (suami) adalah penyebab
istri masuk syurga dengan keredhaannya, dan juga penyebab istri masuk
nereka dengan kemurkaannya, maka hendaklah para istri bermu’amalah baik
dan memberikan layanan yang terbaik dan tidak menyelisihi perintahnya
selagi dalam keta’atan kepada Allah. Dalam hadits Rasulullah
–shalallahu’alahi wasallam- bersabda: (لو كنت آمرا أحدا أن يسجد لأحد
لأمرت المرأة أن تسجد لزوجها). رواه الترمذي. “Jika aku menyuruh seorang
sujud kepda seseorang tentu akan akau suruh istri sujud kepada
suaminya”. Hanya wanita yang bijaksanalah yang mau bertaubat kepada
Allah dan meminta maaf kepada suaminya dari kedurhakaan-kedurhakaan yang
pernah ia lakukan. Ia akan kembali berusaha mencintai suaminya dan
sabar dalam mentaati perintahnya. Ia mengerti nasib di akhirat dan bukan
kesengsaraan di dunia yang ia takuti dan tangisi. 3. Tabarruj Yang
dimaksud dengan tabarruj ialah seorang wanita yang menampakkan
perhiasannya dan keindahan tubuhnya serta apa-apa yang seharusnya wajib
untuk ditutupi dari hal-hal yang dapat menarik syahwat lelaki. (Jilbab
Al Mar’atil Muslimah halaman 120) Hal ini kita dapati pada sabda
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang wanita-wanita yang
berpakaian tapi hakikatnya telanjang dikarenakan minimnya pakaian mereka
dan tipisnya bahan kain yang dipakainya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu
anhu berkata: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda : «
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ
كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ
عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ
الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ
رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا ». رواه مسلم (رقم:
5704). “Dua golongan dari penghuni nereka yang tidak (perna) aku lihat:
suatu kaum yang memiliki cambuk (cemeti) seperti ekor sapi yang mereka
gunakan untuk memukul manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi
hakikatnya mereka telanjang, melenggak-lenggokkan kepala mereka (karena
sombong dan berpaling dari ketaatan kepada Allah dan suaminya), kepala
mereka seakan-akan seperti punuk onta. Mereka tidak masuk Surga dan
tidak mendapatkan wanginya Surga padahal wanginya bisa didapati dari
jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim, no. 5704 ). Ibnul
‘Abdil Barr rahimahullah mengomentari hadits diatas seraya berkata:
“Wanita-wanita yang dimaksudkan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah
yang memakai pakaian yang tipis yang membentuk tubuhnya dan tidak
menutupinya, maka mereka adalah wanita-wanita yang berpakaian pada
dhahirnya dan telanjang pada hakikatnya … .” (Dinukil oleh Suyuthi di
dalam Tanwirul Hawalik 3/103 ) Mereka adalah wanita-wanita yang hobi
menampakkan perhiasan mereka, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
melarang hal ini dalam firman-Nya : (ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها )
النور: 31 “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan-perhiasan mereka
kecuali yang tampak darinya.” (An Nur : 31) Imam Adz Dzahabi
rahimahullah menyatakan di dalam kitab Al Kabair halaman 131 : “Termasuk
dari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan mereka dilaknat ialah
menampakkan hiasan emas dan permata yang ada di dalam niqab (tutup
muka/kerudung) mereka, memakai minyak wangi dengan misik dan yang
semisalnya jika mereka keluar rumah … .” Dan ini adalah termasuk dosa
besar sebagaiamana yang di sebutkan oleh Ibnu Hajar AL Haitami dalam
kitabnya (Az zawajir ‘anil iqtiraafil kabaair), dosa besar no. 108.
Dengan perbuatan seperti ini berarti mereka secara tidak langsung
menyeret kaum pria ke dalam neraka, karena pada diri kaum wanita
terdapat daya tarik syahwat yang sangat kuat yang dapat menggoyahkan
keimanan yang kokoh sekalipun. Terlebih bagi iman yang lemah yang tidak
dibentengi dengan ilmu Al Qur’an dan As Sunnah. Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassalam sendiri menyatakan di dalam hadits yang shahih bahwa
fitnah yang paling besar yang paling ditakutkan atas kaum pria adalah
fitnahnya wanita. Sejarah sudah berbicara bahwa betapa banyak
tokoh-tokoh legendaris dunia yang tidak beriman kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala hancur karirnya hanya disebabkan bujuk rayu wanita. Dan berapa
banyak persaudaraan di antara kaum Mukminin terputus hanya dikarenakan
wanita. Berapa banyak seorang anak tega dan menelantarkan ibunya demi
mencari cinta seorang wanita, dan masih banyak lagi kasus lainnya yang
dapat membuktikan bahwa wanita model mereka ini memang pantas untuk
tidak mendapatkan wanginya Surga. Hanya dengan ucapan dan rayuan seorang
wanita mampu menjerumuskan kaum pria ke dalam lembah dosa dan hina
terlebih lagi jika mereka bersolek dan menampakkan di hadapan kaum pria.
Tidak mengherankan lagi jika di sana-sini terjadi pelecehan terhadap
kaum wanita, karena yang demikian adalah hasil perbuatan mereka sendiri.
Oleh karenanya Allah menyuruh mereka untuk menetap dirumah dan melarang
bertabarruj, sebagaimana dalam firman-Nya: (وقرن في بيوتكن ولا تبرجن
تبرج الجاهلية الأولى) الأحزاب: 33 “Dan tinggallah kalian di rumah-rumah
kalian dan janganlah kalian bertabarruj dengan tabarrujnya orang-orang
jahiliyyah pertama dahulu.” (Al Ahzab : 33) Masih banyak sebab-sebab
lainnya yang mengantarkan wanita menjadi mayoritas penduduk neraka.
Tetapi kami hanya mencukupkan tiga sebab ini saja karena memang tiga
model inilah yang sering kita dapati di dalam kehidupan masyarakat
negeri kita ini. Sebagian amalan yang menyelamatkan dari nereka: Dari
salah satu hadits diatas kita dapatkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam menuntunkan satu amalan yang dapat menyelamatkan kaum wanita
dari adzab neraka. Ketika beliau selesai khutbah hari raya yang
berisikan perintah untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
anjuran untuk mentaati-Nya. Beliau pun bangkit mendatangi kaum wanita,
beliau menasehati mereka dan mengingatkan mereka tentang akhirat
kemudian beliau bersabda : “Bershadaqahlah kalian! Karena kebanyakan
kalian adalah kayu bakarnya Jahanam!” Maka berdirilah seorang wanita
yang duduk di antara wanita-wanita lainnya yang berubah kehitaman kedua
pipinya, iapun bertanya : “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab : “Karena kalian banyak mengeluh dan kalian kufur terhadap
suami!” (HR. Bukhari) Ukhti muslimah !! Bershadaqahlah! Karena shadaqah
adalah satu jalan untuk menyelamatkan kalian dari adzab neraka. Semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita semua dari adzabnya. Amin.
Wallahu A’lam bish Shawwab.